Minggu, 29 Maret 2020

Megan Pox (New MegaPro FI) Mulai Bermasalah: Starter Macet dan Tersangkanya Bendik / Relay

Selama musim hujan yang terus menghujani Jakarta akhir-akhir ini, Albanjaree sering bersedih dengan kenyataan bahwa si Megan sering lupa diselimutin saat malam, jadi sering kehujanan dan kedinginan sendirian.

81.000 KM dan mulai muncul gejala...
Entah karena efek sering kehujanan dan karena pernah kelelep diterjang banjir, starter otimatis Megan sering ngadat dan gagal menyalakan mesin. Sempat garuk-garuk kepala juga sih tadinya.

Setelah membaca artikel-artikel tentang masalah starter di internet, Albanjaree akhirnya sedikit tercerahkan dan tanpa menunggu lama satu part menjadi tersangkanya.

Bendik atau relay starter yang berfungsi sebagai saklar tidak langsung yang menghubungkan arus aki ke dinamo sangatlah vital fungsinya. Jika sudah tidak kuat mengalirkan arus aki ke dinamo, yang ada cuma bunyi "cetek-cetek" tanpa berputarnya dinamo.

Karena usia Megan yang tidak muda lagi dengan mileage yang sudah melebihi 80.000 KM, wajar saja ini terjadi, pikir Albanjaree.

Karena gejalanya memang cuma cetek-cetek, iseng-iseng hari libur dan di tengah wabah corona sekarang ini, Albanjare bongkar tu Bendik yang secara fisik memang sudah karatan dan banyak kerak-kerak di bagian pinnya.

Bendik / Relay setelah dibersihkan

Pertama-tama pin-pinnya diamplas supaya rontok karatnya, kemudian bonkar bendiknya menggunakan obeng, setelah semacam tombol dicoba dilancarkan dengan menekannya berulang, Albanjaree tutup kembali bendik dan berharap jika nanti dipasang bisa berfungsi normal...

Sayangnya harapan Albanjaree tidak terwujud, bendik dipasang, buka kontak, pencet tombol starter dan...

...yang terdengar masih suara cetek-cetek dan setelah terus menekan tombol starter, suara cetek-ceteknya hilang sama sekali... 😄

Koit nih berarti si Bendik dan rumus yang harus dipakai selanjutnya adalah Dilem Biru...

Yah sudahlah, untuk sementara Albanjaree masih rela untuk mengengkol dengan kaki, toh hitung-hitung olah raga, asal jangan kaki Albanjaree nanti gede sebelah Sob... Stay fit and safe 💪

Rabu, 27 November 2019

Yamaha Semakin di Depan, Honda Semakin Beruntung

Yamaha Semakin di Depan, Honda Semakin Beruntung
Jika kita perhatikan di Indonesia, merek sepeda motor yang berseliweran di jalanan bisa kita hitung dengan jari. Begitu juga di parkiran, yang terlihat hanya itu-itu saja… Ada 2 merek yang dominan dan kedua merek ini sampai sekarang mampu bertahan meskipun sudah pernah diterjang badai kerasnya persaingan bisnis otomotif roda dua.


Berbicara produk sepeda motor, selain mesin dan fitur-fitur, kita tentu tak bisa lepas dari desain. Secara kasar, kita bisa sebut 3 hal tersebut merupakan point-point yang bisa membuat calon konsumen tertarik dan menjatuhkan pilihan terhadap suatu merek. Namun dari 3 hal tersebut, desain merupakan kemasan dan adalah aspek pertama yang dilihat calon pembeli dan ini bisa dibilang sebagai point vital. Produsen tentu tak boleh main-main dengan aspek yang satu ini.

Yamaha Alfa dengan desain yang mendahului di zamannya













Yamaha yang telah menjual produk roda duanya di Indonesia sejak awal 70-an adalah salah satu ATPM yang sukses dan berhasil menancapkan kukunya di bumi pertiwi dengan banyak line-up produk yang digemari masyarakat.

Honda Astrea yang melegenda

















Honda di satu sisi, sukses menanamkan imej brand-nya sebagai produk motor irit BBM. Ini berhubungan dengan konfigurasi mesin yang diusung Honda sejak dulu yaitu 4 tak, yang lebih efisien dalam hal pembakaran dibanding 2 tak.

Melihat trend penjualan sepeda motor dewasa ini, Albanjaree cukup heran dengan merosotnya penjualan produk Yamaha di dalam negeri, ini berbanding terbalik dengan kesuksesan Honda yang semakin menguasai pangsa pasar roda dua domestik.

CB150R dengan desain yang keluar dari pakem Honda



















Albanjaree perhatikan bahwa desain-desain yang ditawarkan Honda akhir-akhir ini (2014 - sekarang) semakin menarik dan kesan desain bapak-bapak (old fashion) yang terlanjur melekat pada brand ini juga berangsur-angsur hilang. Sebut saja CB150R, jujur Albanjaree sering kagum melihat tongkrongan ini motor meskipun sudah ada versi facelift-nya, desainnya mengalir alami walau patah-patah - namun tidak over-done. Kesan sport dapat, ukuran tidak lebay dibesar-besarkan, dilihat dari sudut mana pun juga enak, “eye-catching” lah istilahnya.

Yamaha V-ixion R yang terlanjur dibully dari segi desain












Yamaha di satu sisi, meski pun mempunyai slogan “Semakin di Depan”, menurut Albanjaree desain-desainnya malah justru terlihat mundur dibanding desain-desain Yamaha di masa lalu. Akhir-akhir ini, desain Yamaha seperti kehilangan arah, tidak seperti dulu dimana Yamaha lebih “berani” dan lebih “mendahului” dari segi desain. Bisa kita lihat kasus mundurnya desain Yamaha ini pada facelift beberapa produknya yang bisa dibilang gagal; contoh Scorpio, V-ixion, Byson dan beberapa lainnya.

Analogi yang bisa Albanjaree gambarkan sekarang adalah, mungkin saat ini Yamaha “Semakin di Depan” namun lupa bahwa “di Belakang” banyak celah-celah yang dipelajari Honda dan ini membuat Honda Semakin Beruntung dan mampu menguasai pasar.

Semoga kancah roda dua tanah air selalu bersaing dan tidak ada penguasa total yang menghambat perkembangan itu sendiri. Ayo Yamaha, mana desain-desain ciamikmu yang dulu?

Albanjaree

Kamis, 18 April 2019

Desain (Selera Pasar): Era Dimana Fungsi & Kenyamanan Harus Berkompromi

Sebagai penyuka roda dua, Albanjaree sudah cukup lama memperhatikan desain-desain motor; dari motor-motor jadul tahun 80an sampai motor-motor futuristik zaman sekarang. Secara garis besar, motor-motor tahun lama memiliki  desain yang lebih simple, tidak berbelit-belit namun lebih menjurus pada fungsi; dan untuk segi kenyamanan, lebih bersahabat dan diprioritaskan menurut hemat Albanjaree.


Jok Honda GL100 th. 80an
Sebagai contoh, Albanjaree masih ingat betapa motor-motor dulu didesain dengan jok yang tebal dan empuk, ditambah dengan profil jok yang membuatnya tidak licin saat diduduki. Sangat bertolak belakang dengan jok-jok motor zaman sekarang, keras, tipis, licin, nungging, you name it lah… Demikian juga dengan spatbor motor dulu yang lebih fungsional dan berfungsi baik menahan cipratan air saat hujan.


Motor-motor sekarang memiliki desain yang mau tak mau harus mengikuti selera pasar dan di tengah kompetitifnya pasar, pabrikan harus kreatif menciptakan desain yang disukai konsumen. Sayangnya, demi mengikuti selera pasar, Albanjaree sering melihat bagaimana kenyamanan dan fungsi harus dikorbankan demi desain. Ini sepertinya sedikit memaksakan - tapi apa daya? Konsumen sekarang sepertinya tidak terlalu pusing dengan kenyamanan dan fungsi, “yang penting keren”, mungkin itu slogannya.

Behel belakang sebagai pegangan yang raib entah kemana...
Bagi konsumen seperti Albanjaree yang sudah tidak muda lagi (tapi belum tua lho ya…) kenyamanan dan fungsi tetap menjadi prioritas jika disandingkan dengan desain. Apa karena selera desain Albanjaree yang kurang militan dan faktor usia yang sudah tidak relevan dengan kekinian? Yang jelas Albanjaree akan berpikir banyak sekali untuk meminang motor sport ataupun bebek sport zaman sekarang yang memiliki postur nungging dengan jok seupil dan pembonceng terlihat seperti berada di atas tanduk… belum lagi fender belakang atau spatbor yang seperti hiasan mungil dan tidak berfungsi maksimal menahan cipratan air atau kotoran saat becek karena hujan… 

Hanya ilustrasi, bukan untuk dicontoh :D
Albanjaree sering melihat pembonceng yang karena posisi duduknya terlalu tinggi dibanding rider di depannya, kelihatan seperti tidak nyaman dan was-was, mungkin takut kepalanya kepentok… 😊 Buruknya lagi, handle/behel belakang yang biasa menjadi pegangan untuk kenyamanan dan keamanan pembonceng, seringkali “disembunyikan” di balik “desain” dan sulit dijangkau. Begitu juga dengan kasus spatbor belakang yang cuma hiasan, Albanjaree sering melihat rider yang kerepotan saat hujan karena kotoran nyiprat ke punggung dan akhirnya harus pasang semacam spatbor tambahan seperti plastik atau semacamnya, bukankah itu konyol dan justru merusak penampilan motor? Sepertinya, jika menyangkut pilihan desain, kenyamanan dan keamanan akhirnya harus berkompromi di zaman milenial ini.

Terakhir kali Albanjaree sempat menyaksikan bagaimana motor sport baru yang mengadopsi desain behel belakang model klasik yang nonjol keluar menjadi bahan bully-an oleh warganet. Weleh-weleh, kejam nian selera pasar ya… 😄

Satu pertanyaan dari Albanjaree: Akankah desain, fungsi dan kenyamanan dapat menyatu kembali di desain motor produksi massal di masa datang? Wallahu a’lamu… namun Albanjaree berharap seperti itu. Siklus setiap 20 tahun sekali mungkin akan kembali membawa era ini, dan kehadiran motor-motor baru model retro menjadi pertanda baik…

Sampai di sini, pandangan subyektif Albanjaree ini mungkin belum membahas topik secara menyeluruh, silakan komen jika ingin menambahkan atau punya pandangan lain. It’s nice to share

Salam satu aspal… 😎


Rabu, 27 Februari 2019

Oli X-Ten XT-40 di Honda New MegaPro FI - Part II

Hai sobat dumay semua, pada postingan sebelumnya Albanjaree berjanji akan update kinerja Oli X-Ten XT-40 setelah trip meter mencapai kisaran angka 2500 – 3000, berikut akan Albanjaree paparkan beberapa poin yang dirasakan setelah penggunaan mencapai 2470 km.

Usia oli ini sendiri sudah mendekati 2 bulan dan sebagai informasi, di atas 2.000 km, oli yang biasa Albanjaree gunakan sebelumnya sudah mulai menunjukkan penurunan kinerja yang ditandai dengan suara mesin yang agak kasar, tarikan yang kurang responsif, pergantian persneling yang tidak mulus serta suhu mesin yang terasa sedikit lebih panas saat riding.

Saat ini trip meter Megan Pox sudah menunjukkan angka 2.470,6 km sejak ganti oli terakhir, dan sejauh ini yang Albanjaree rasakan adalah pergantian persneling yang mulai tidak semulus ketika oli baru diganti - namun tidak mengganggu dalam artian tidak pernah slip. Mungkin ini wajar, sedikit banyaknya pasti akan ada penurunan kinerja, namanya juga oli pasti ada batas maksimal daya tahannya. Meski demikian, akselerasi tetap joss, mungkin ada sedikit penurunan namun tidak signifikan.

Trip meter telah mengalami 2x auto reset per 1000 km
















Untuk panas mesin Albanjaree tidak merasakan perbedaan signifikan, artinya mesin masih relatif adem dan tidak terasa panas berlebihan, ini yang membuat Albanjaree suka sama nie oli. Biasanya di atas 2000 km, oli sebelumnya akan membuat panas mesin terasa di kaki.

Kesimpulannya, Albanjaree kasih point 8 out of 10 untuk Oli X-Ten XT-40 ini, dengan plus minus sebagai berikut:

Pros:
·         Ketahanan oli baik
·         Harga bersahabat
·         Menambah akselerasi
·         Mesin adem
·         Persneling lembut
·         Engine break responsif

Cons:
·         Suara mesin sedikit kasar di mileage awal (0 – 200 km)

Begitulah coretan jujur Albanjaree mengenai oli X-Ten yang baru saja dicoba di Megan Pox ini, semoga coretan ini berguna bagi sobat-sobat yang ingin mencoba ataupun sedang mencari-cari oli yang cocok untuk tunggangannya. Hasil tes yang Albanjaree paparkan di blog ini sepenuhnya subyektif sesuai pengalaman Albanjaree. Bisa jadi penggunaan pada motor lain akan memberikan efek berbeda.

Akhir kata, salam ruhuy rahayu dan semoga kita selalu diberi kesehatan jiwa dan raga. Amin YRA.

😎😎😎

Jumat, 04 Januari 2019

Oli X-Ten XT-40 di Honda New MegaPro FI - Koq Enak Ya?

Halo sobat semua...

Seminggu yang lalu tepatnya di penghujung tahun 2018 Albanjaree memutuskan untuk mengganti oli dengan oli baru yang baru saja Albanjaree kepoin. Sebelumnya Albanjaree sudah search info-info yang mengulas oli baru ini dan seperti biasa, ulasan negatif dan positif selalu ada - keputusan akhir tentunya ada di tangan konsumen.

Mungkin karena kurang informasi atau Albanjaree yg sedikit kuper, Oli X-Ten ini ternyata sudah ada sejak lama dan rutinitas Albanjaree untuk isi nitrogen di Planet Ban (selanjutnya PB) yang notabene menjual oli ini juga tidak mampu memberi pencerahan akan keberadaannya. Seharusnya produsen lebih aktif mensosialisasikan produknya dalam bentuk iklan di media massa atau pun media sosial.

Galau memutuskan pilihan, oli regular yang selalu digunakan Megan Pox selama lebih dari 2 tahun kebetulan tak tersedia di toko langganan. Akhirnya Albanjaree memutuskan untuk mencoba oli baru yang dijual di PB saja dan kebetulan jarak PB hanya beberapa ratus meter dari toko langganan.

Singkat cerita Megan pun terparkir di area bengkel PB walaupun sebetulnya masih sedikit ragu. Karena ungkapan “you’ll never know if you never try” dan juga kekentalan oli X-Ten XT-40 Sport ternyata sama dengan oli yang biasa Megan Pox gunakan yaitu 10W-40, akhirnya Albanjaree yakin dan langsung minta ganti oli kepada petugas PB yang agak jutek, mungkin kecapean karena sudah malam dan mengira Albanjaree hanya ingin tambah nitrogen gratisan.😄

Oh ya… ternyata cara ganti oli di PB juga berbeda, tidak seperti biasa dengan membuka baut oli di bawah mesin dan membiarkan oli mengucur habis. PB memiliki alat hisap khusus dengan selang yang dimasukkan melalui lubang pengisian oli dan tidak butuh lama, oli lama berhasil terkuras. Positifnya, baut tap oli bawah menjadi lebih awet dan tidak mudah dol atau slek karena sering dibuka.

Sebelum mengulas oli baru, ada baiknya Albanjaree mengulas sedikit pengalaman memakai oli lama dengan plus minusnya:

Pros:
·        Suara mesin halus
·        Pergantian persneling mudah

Cons:
·        Panas mesin sangat terasa di kemacetan
·        Setelah digunakan di atas 2000 km performa mulai menurun

Setelah selesai penggantian oli, Albanjaree tidak sabar untuk mencoba rasa baru dari oli X-Ten yang mengandung ester ini sambil tidak lupa mengeset trip meter kembali ke angka nol agar pergantian berikutnya terkontrol.

Kesan pertama (0 – 150 km pertama) saat menggunakan oli ini adalah:
  • Suara mesin sedikit lebih kasar dari oli sebelumnya       
  • Pergantian persneling terasa halus
  • Harga yang tidak lebih mahal dari oli sebelumnya 😊

Di mileage 200 km setelah ganti oli, suara mesin yang sedikit kasar mulai berkurang dan satu hal yang Albanjaree perhatikan adalah kenaikan RPM yang lebih cepat dari biasanya dan ini cukup signifikan sob… Ini berkontribusi pada akselerasi Megan yang menjadi lebih baik.

Saat trip meter menunjukkan angka > 300 km, berikut poin-poin positif yang Albanjaree rasakan:
  • Kemampuan akselerasi meningkat
  • Engine break responsif dan halus
  • Panas mesin lebih minim dibanding oli sebelumnya
  • Persneling enak dan kopling pun lebih lembut

Untuk poin-poin negatifnya, sejauh ini Albanjaree belum bisa paparkan selain mesin terasa lebih kasar di mileage awal 0 – 150 km. Albanjaree akan update coretan ini seiring berjalannya mileage menuju 2500 – 3000km di mana saat itu kualitas oli ini sudah akan teruji.

Sampai di sini ulasan Albanjaree mengenai oli yang cukup terjangkau dengan kandungan ester base di mana biasanya dijual 2x lebih mahal dari oli sintetis yang sebelumnya digunakan Megan Pox.

Semoga berguna bagi sobat-sobat yang mampir.

Selamat Tahun Baru 2019, #2019gantioli 😊

Senin, 01 Oktober 2018

HONDA ALL NEW BEAT FI FUSION MAGENTA BLACK (CBS – ISS) REVIEW

Tak terasa sudah setahun si “Pinky” menjadi piaraan sy dan setahun adalah waktu yg lama; sy merasa sudah cukup mengenal si Pinky dan siap memberikan ulasan “neutral” apa adanya sesuai opini sy pribadi.

Si Pinky ini adalah kendaraan harian istri sy untuk ke pasar dan kadang jemput anak, tugas sy hanya “miara”; ganti oli, service, isi bensin, kontrol angin dan hal-hal lain yg tidak akan pernah dilakukan/dimengerti oleh sang Kapolsek (sebutan lain untuk istri sy). 😊


si Pinky (All New BeAT FI Fusion Magenta Black)
Saat ini mileage si Pinky sudah mencapai 9500 Km sekian dan 85% jarak tempuh tersebut adalah dari penggunaan sy saat tidak menggunakan si Megan Pox. Maklum si Megan sudah mencapai mileage lebih dari 50.000 Km dan saatnya istirahat sejenak… 

Hal pertama yg ingin sy ulas perihal si Pinky adalah handling. Untuk handling, rasanya All New Beat ini tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya (Beat FI); ringan, lincah dan responsif. Bobotnya yg hanya 92 kg memberikan kontribusi utama untuk kelincahan serta responsifitasnya. Si Pinky sangat lincah diajak bermanuver di kemacetan Jakarta, selap-selip di antara mobil, dan akselerasinya pun lumayan agresif jika mengingat cc-nya yg hanya 110 cc dan matic pula…

Dari semua poin plus di atas, ada satu keluhan yg sering sy rasakan setelah riding agak jauh bersama si Pinky: Pegal-pegal pada pinggang, dan menurut hemat sy, ini dikarenakan joknya yg tipis dan kurang empuk. Setelah sy pasang cover jok yg banyak dijual di pinggir jalan, alhamdulillah pegal-pegal pada pinggang jauh berkurang.

Untuk ergonomi, bagi sy pribadi secara umum All New Beat ini terasa kekecilan. Tinggi sy yg 170 cm membuat kaki serasa mentok ke dashboard, posisi tangan pun agak nanggung; setangnya terasa kurang tinggi. Tak heran kadang sy merasa seperti sedang duduk di atas dingklik. 😀

Mungkin All New Beat ini menyasar segment pengendara dengan tinggi rata-rata 160cm. Pernah suatu kali sy tanya Kapolsek bagaimana rasanya naik Beat, jawabannya singkat saja, “enak”. Maklum tinggi badan Kapolsek cuma 155cm. 

Dari segi desain; sy akui All New Beat ini seperti melompat dari desain-dessain Beat sebelumnya. Lekuk-lekuk tajamnya memberi kesan desain yg futuristic yang berpadu seirama dengan garis-garis lengkung yg memberi kesan elegan. Speedometer-nya juga lumayan cakep dengan panel display digital yang nyempil cantik pada speedo, ini menambah kesan sporty dan modern. Sy akui, nama All New Beat sangat tepat karena dari segi desain, si Pinky telah mendapatkan update yg lumayan fresh, velg depan-belakang pun sy perhatikan memiliki desain yg berbeda dari generasi pendahulunya.


Terakhir sy ingin membahas konsumsi BBM. Suatu waktu (saat si Pinky berusia 7 bulan), sy pernah iseng mengetes konsumsi BBM si Pinky dengan metode full-to-full untuk mendapatkan jarak tempuh rata-rata 1 liter Pertalite. Dan hasilnya cukup membuat senang; 60,1 Km untuk 1 liter pertalite dan angka tersebut sudah sesuai klaim pabrikan yg berkisar di angka 59-63 Km/L BBM. Sayang pengetesan ini tidak disertai dokumentasi karena tidak ada rencana untuk dipublikasikan di blog. 

Rasanya kurang afdol jika sy memberikan rincian tes konsumsi BBM tanpa disertai foto aktual odometer dengan angka Km yg telah ditempuh serta jumlah BBM terpakai yg menjadi acuan penghitungan. Untuk itu, sekali lagi sy lakukan pengetesan dengan detail sebagai berikut:

Hari 1:
- Sy isi BBM Beat hingga full-tank di mileage 9425,5 km dan membutuhkan 3.05 L Pertalite.



















Hari 2:
Sejak full-tank di Hari 1 si Pinky sy ajak menjelajah dengan riding mode dan beban bervariasi; dari santai 40km/j - 70km/jam, boncengan dengan full-team (kapolsek dan 2 krucil) dan sendirian, namun mayoritas beban adalah berboncengan full-team.


Hari 3:
- Saat display BBM Beat menunjukkan 1 bar sy akhirnya merapat ke SPBU Pertamina di mana odometer Beat telah menunjukkan angka 9599,1. Ini berarti si Pinky telah menempuh jarak 173,6 Km sejak full-tank pertama.















- Ketika tangki BBM Beat telah luber sama seperti saat pengisian di Hari 1, sy cek unit display SPBU menunjukkan angka 3,02 yg berarti 3,02 L Pertalite telah digunakan oleh si Pinky dalam kurun waktu 2 hari tersebut.


















Sekarang mari kita cek hasilnya dengan membagi 173,6 (jarak yang telah ditempuh) dengan jumlah BBM yg terpakai sejak full-tank pertama yaitu 3.02 L.

Dan hasil rata-ratanya adalah: dengan 1 liter Pertalite yang dikonsumsinya si Pinky dapat menempuh jarak 57,5 Km. Kali ini agak lebih boros dari klaim pabrikan namun rasanya wajar karena mayoritas beban lebih dari 100 Kg saat pengetesan dan menurut hemat sy masih lumayan iritlah.

Last but not the least… secara keseluruhan sy cukup puas dengan performa si Pinky, tidak pernah menyulitkan atau memberi masalah yg berarti selama setahun ini. Part pabrikan pun masih awet belum ada yg minta ganti. Yg selalu sy perhatikan adalah oli mesin dan oli gardan agar tidak lupa mengganti secara periodik serta menjaga kestandaran area mesin untuk kenyamanan dan durabilitas.

Semoga bermanfaat dan salam sejahtera… 😎