Senin, 05 Maret 2018

IDENTITAS JACK “THE RIPPER” SESUNGGUHNYA

Jack the Ripper atau Jack si Pencabik merupakan sosok pembunuh misterius yang hingga saat ini masih samar identitasnya. Siapa Jack “the Ripper” sesungguhnya? Berbagai teori mengenai dirinya - atau identitasnya telah menjadi bahan perbincangan selama beberapa dekade.

Berdasarkan uji DNA pada sebuah syal sutra, seorang penulis mengklaim telah memecahkan salah satu misteri pembunuhan terbesar dan berhasil membuka kedok identitas pembunuh berantai paling terkenal sepanjang masa - Jack “the Ripper”.

Pada pagi buta 30 September 1888, di Mitre Square London, polisi menemukan mayat seorang wanita yang telah dimutilasi; diidentifikasi sebagai Catherine Eddowes. Tenggorokannya menganga dan organ ginjal sebelah kirinya lenyap. Eddowes merupakan wanita malam kedua yang terbunuh dalam waktu 1 jam di bagian kota tersebut. Anehnya, pembantaian ini ditandai dengan tanda tangan si pembunuh sadis, yang kemudian selama berminggu-minggu terus menebar teror di kawasan East End - pinggiran London.

Disebutkan bahwa sesaat setelah polisi Scotland Yard selesai melakukan olah TKP untuk korban pembunuhan keempat yang juga seorang wanita malam, Sersan Amos Simpson yang bertugas saat itu dilaporkan mengajukan permintaan aneh untuk membawa pulang sehelai syal bernoda darah; berwarna biru dan coklat tua dengan pola bunga aster di kedua ujungnya (ditemukan di TKP) untuk diberikan kepada istrinya yang penjahit. Atasannya mengizinkan namun bisa diduga, pemberian ini tidak diterima dengan baik oleh istrinya.

Istri Simpson ketakutan dan menyimpan kain sutera sepanjang 2 meter, yang ditemukan di samping korban keempat Jack “the Ripper” dalam sebuah kotak. Syal ini tidak pernah dipakai maupun dicuci seiring dengan mengendornya pencarian atas salah satu pembunuh berantai paling terkenal di dunia. Pelaku yang bertanggung jawab atas pembunuhan setidaknya lima pelacur London dalam selang waktu Agustus hingga November 1888 ini tidak pernah terungkap, dan pihak berwenang secara resmi menutup berkas penyelidikan di tahun 1892.

SIAPAKAH JACK “THE RIPPER” SEBENARNYA?
Meski tidak pernah terungkap, pembunuhan berantai ini tidak pernah sirna dari ingatan publik. Sekelompok orang yang dikenal sebagai "Ripperolog" mengembangkan berbagai teori mereka sendiri selama beberapa dekade, dan beberapa tersangka pelaku yang pernah diduga termasuk ayah Winston Churchill, penulis "Alice's Adventures in Wonderland" Lewis Carroll, dan bahkan Pangeran Albert Victor, cucu Ratu Victoria; garis keturunan kedua dalam tahta kerajaan Inggris.

Sebagian bahkan berspekulasi bahwa Jack “the Ripper” sesungguhnya adalah Jill “the Ripper”, dan salah satu tersangka pelakunya termasuk seorang wanita bernama Mary Pearcey, yang dieksekusi tahun 1890 setelah membantai anak dan istri kekasih gelapnya menggunakan pisau ukir; cara yang sama seperti dilakukan oleh pembunuh berantai terkenal itu.

Syal era Victoria yang diambil oleh Polisi Scotland Yard Amos Simpson akhirnya diwariskan dari generasi ke generasi keturunan polisi tersebut hingga dilelang pada tahun 2007 dan dibeli oleh seseorang bernama Russell Edwards, seorang pengusaha Inggris yang mengaku dirinya sebagai "detektif partikelir" dan tertarik akan kasus yang sangat misterius ini. Meski kain syal sutera tersebut telah compang-camping dan menua, dalam helai-helai suteranya yang belum pernah dicuci masih tersimpan bukti DNA yang sangat berharga untuk mengungkap kasus ini.

APAKAH ANALISA DNA BERHASIL MENGUNGKAP PELAKU?
Saat itu, setelah lebih dari 3 tahun analisis ilmiah, Russell menyatakan bahwa identitas sebenarnya dari Jack “the Ripper” telah terungkap dan terjalin dalam syal kuno compang-camping yang berusia lebih dari 126 tahun, dia menunjuk seorang imigran Polandia bernama Aaron Kosminski sebagai pembunuh berantai dalam bukunya "Naming Jack “the Ripper”. "

Edwards melibatkan ahli genetika forensik Dr. Jari Louhelainen dari Universitas Liverpool John Moores di tahun 2011 untuk mempelajari syal tersebut menggunakan metode analisis yang hanya mungkin dilakukan dalam dekade terakhir. Louhelainen mengidentifikasi bercak-bercak gelap pada syal sebagai noda darah "yang konsisten dengan cipratan darah arteri yang disebabkan oleh sayatan." Dia juga menemukan bukti adanya bagian tubuh yang terpisah, konsisten dengan pemotongan ginjal, serta adanya cairan sperma.

Louhelainen menemukan bahwa DNA mitokondria yang diambil dari syal tersebut sesuai dengan sampel yang diambil dari Karen Miller, keturunan langsung dari Eddowes dan juga seorang wanita keturunan langsung dari saudara perempuan Kosminski, Matilda, yang bersedia memberikan swab DNA mitokondria yang diambil dari dalam mulutnya.

Polisi yang menangani kasus ini pada saat pembunuhan tidak terkejut melihat nama Kosminski dikaitkan dengan kejahatan tersebut. Di saat tragedi pembunuhan berantai tersebut, Kosminski termasuk salah satu di antara beberapa tersangka utama. Lahir di Klodawa, Polandia tahun 1865, Kosminski merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara, Setelah kematian ayahnya, keluarga ini melarikan diri dari aksi genosida yang dilancarkan oleh penguasa Rusia di Polandia saat itu dan bermigrasi ke daerah Whitechapel di London tahun 1881.

Disebutkan bahwa Kominski adalah seorang penata rambut yang menderita skizofrenia paranoid akut dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa pada tahun 1891 setelah menyerang adiknya dengan pisau. Di pertengahan tahun 1890-an, seorang saksi menyebutkan bahwa dirinya melihat ketika Kominski menyerang salah satu korban namun menolak untuk bersaksi. Karena tidak memiliki bukti kuat, polisi tidak pernah menangkap Kosminski atas kejahatan tersebut. Dia menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan hingga kematiannya tahun 1919 karena penyakit kusta.

Edwards telah lama berteori bahwa syal tersebut terlalu baik kualitasnya untuk dimiliki oleh seorang pelacur jalanan London dan merupakan milik Jack ““the Ripper””, bukan Eddowes. Dengan menggunakan resonansi magnetik nuklir, ilmuwan lain dari Universitas John Moores, Dr. Fyaz Ismail yakin bahwa kain syal tersebut telah ada sebelum pembunuhan tahun 1888 terjadi dan kemungkinan dibuat di St. Petersburg Rusia, sebuah wilayah di Polandia di mana Kosminski lahir yang berada di bawah kendali Rusia, tidak mengherankan jika barang-barang buatan Rusia diperdagangkan di sana.

"Telah 14 tahun kami menyeledikinya dan kami akhirnya berhasil memecahkan misteri siapa Jack “the Ripper” sebenarnya," kata Edwards kepada surat kabar London Independent. "Mereka yang apatis dan ingin mengabadikan mitos Jack “the Ripper” boleh meragukannya. Semua sudah terungkap - kami telah membuka kedoknya. "

“RIPPEROLOG” MASIH MERAGUKAN
Banyak Ripperolog (pengamat Jack The Ripper) belum begitu yakin akan teori di atas. Laporan tersebut banyak menimbulkan sikap skeptis, beberapa di antaranya menyebutkan bahwa analisis laboratorium untuk kasus ini harus dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah dan telah ditinjau oleh rekan ilmuwan. Juga kenyataan bahwa Louhelainen hanya mampu menguji DNA mitokondria yang diturunkan dari ibu ke anak. Ini memberikan jauh lebih sedikit identifikasi unik daripada DNA nuklir karena banyak orang memiliki pola DNA mitokondria yang sama.

Kritikus lainnya bahkan menolak anggapan bahwa Simpson pernah berada di TKP di malam pembunuhan Eddowes dan menyatakan bahwa syal itu mungkin telah terkontaminasi selama beberapa dekade karena pernah dipergunakan oleh banyak anggota keluarga Eddowes.

Selain itu, ini bukan pertama kalinya bukti DNA digunakan untuk memecahkan kasus ini. Novelis kriminal Amerika Patricia Cornwell menegaskan bahwa sampel DNA yang juga ditemukan dalam surat ejekan yang dikirim oleh Jack “the Ripper” ke Scotland Yard sesuai dengan DNA pelukis post-impresionis Walter Sickert.

Sebuah penelitian di tahun 2006 oleh ilmuwan Australia Ian Findlay dilakukan dengan mengekstrak DNA air liur yang menempel pada surat-surat tersebut dan menyebutkan bahwa kemungkinan pengirimnya adalah seorang wanita. Begitu pun dengan berita terbaru, kecil kemungkinan bahwa debat mengenai identitas siapa Jack “the Ripper” sebenarnya akan mereda.

Disadur dan diadaptasi oleh Albanjaree dari: history.com