Jack the Ripper atau Jack si Pencabik merupakan sosok pembunuh misterius yang hingga saat ini masih
samar identitasnya. Siapa Jack “the Ripper” sesungguhnya? Berbagai teori mengenai
dirinya - atau identitasnya telah menjadi bahan perbincangan selama beberapa
dekade.
Berdasarkan uji DNA pada sebuah syal sutra,
seorang penulis mengklaim telah memecahkan salah satu misteri pembunuhan
terbesar dan berhasil membuka kedok identitas pembunuh berantai
paling terkenal sepanjang masa - Jack “the Ripper”.
Pada pagi buta 30 September 1888, di Mitre
Square London, polisi menemukan mayat
seorang wanita yang telah dimutilasi; diidentifikasi sebagai Catherine Eddowes.
Tenggorokannya menganga dan organ ginjal sebelah kirinya lenyap. Eddowes merupakan
wanita malam kedua yang terbunuh dalam waktu 1 jam di bagian kota tersebut. Anehnya,
pembantaian ini ditandai dengan tanda tangan si pembunuh sadis, yang kemudian selama
berminggu-minggu terus menebar teror di kawasan East End - pinggiran London.
Disebutkan bahwa sesaat setelah polisi Scotland
Yard selesai melakukan olah TKP untuk korban pembunuhan keempat yang juga seorang
wanita malam, Sersan Amos Simpson yang bertugas saat itu dilaporkan mengajukan
permintaan aneh untuk membawa pulang sehelai syal bernoda darah; berwarna biru
dan coklat tua dengan pola bunga aster di kedua ujungnya (ditemukan di TKP)
untuk diberikan kepada istrinya yang penjahit. Atasannya mengizinkan namun bisa
diduga, pemberian ini tidak diterima dengan baik oleh istrinya.
Istri Simpson ketakutan dan menyimpan kain sutera
sepanjang 2 meter, yang ditemukan di samping korban keempat Jack “the Ripper”
dalam sebuah kotak. Syal ini tidak pernah dipakai maupun dicuci seiring dengan mengendornya
pencarian atas salah satu pembunuh berantai paling terkenal di dunia. Pelaku
yang bertanggung jawab atas pembunuhan setidaknya lima pelacur London dalam
selang waktu Agustus hingga November 1888 ini tidak pernah terungkap, dan pihak
berwenang secara resmi menutup berkas penyelidikan di tahun 1892.
SIAPAKAH
JACK “THE RIPPER” SEBENARNYA?
Meski tidak pernah terungkap, pembunuhan berantai
ini tidak pernah sirna dari ingatan publik. Sekelompok orang yang dikenal
sebagai "Ripperolog" mengembangkan berbagai teori mereka sendiri
selama beberapa dekade, dan beberapa tersangka pelaku yang pernah diduga
termasuk ayah Winston Churchill, penulis "Alice's Adventures in Wonderland" Lewis Carroll, dan bahkan Pangeran
Albert Victor, cucu Ratu Victoria; garis keturunan kedua dalam tahta kerajaan Inggris.
Sebagian bahkan berspekulasi bahwa Jack “the
Ripper” sesungguhnya adalah Jill “the Ripper”, dan salah satu tersangka pelakunya
termasuk seorang wanita bernama Mary Pearcey, yang dieksekusi tahun 1890
setelah membantai anak dan istri kekasih gelapnya menggunakan pisau ukir; cara
yang sama seperti dilakukan oleh pembunuh berantai terkenal itu.
Syal era Victoria yang diambil oleh Polisi
Scotland Yard Amos Simpson akhirnya diwariskan dari generasi ke generasi keturunan
polisi tersebut hingga dilelang pada tahun 2007 dan dibeli oleh seseorang
bernama Russell Edwards, seorang pengusaha Inggris yang mengaku dirinya sebagai
"detektif partikelir" dan tertarik akan kasus yang sangat misterius
ini. Meski kain syal sutera tersebut telah compang-camping dan menua, dalam
helai-helai suteranya yang belum pernah dicuci masih tersimpan bukti DNA yang sangat
berharga untuk mengungkap kasus ini.
APAKAH
ANALISA DNA BERHASIL MENGUNGKAP PELAKU?
Saat itu, setelah lebih dari 3 tahun analisis
ilmiah, Russell menyatakan bahwa identitas sebenarnya dari Jack “the Ripper”
telah terungkap dan terjalin dalam syal kuno compang-camping yang berusia lebih
dari 126 tahun, dia menunjuk seorang imigran Polandia bernama Aaron Kosminski
sebagai pembunuh berantai dalam bukunya "Naming Jack “the Ripper”. "
Edwards melibatkan ahli genetika forensik Dr.
Jari Louhelainen dari Universitas Liverpool John Moores di tahun 2011 untuk
mempelajari syal tersebut menggunakan metode analisis yang hanya mungkin dilakukan
dalam dekade terakhir. Louhelainen mengidentifikasi bercak-bercak gelap pada
syal sebagai noda darah "yang konsisten dengan cipratan darah arteri yang
disebabkan oleh sayatan." Dia juga menemukan bukti adanya bagian tubuh
yang terpisah, konsisten dengan pemotongan ginjal, serta adanya cairan sperma.
Louhelainen menemukan bahwa DNA mitokondria
yang diambil dari syal tersebut sesuai dengan sampel yang diambil dari Karen
Miller, keturunan langsung dari Eddowes dan juga seorang wanita keturunan langsung
dari saudara perempuan Kosminski, Matilda, yang bersedia memberikan swab DNA mitokondria yang diambil dari
dalam mulutnya.
Polisi yang menangani kasus ini pada saat
pembunuhan tidak terkejut melihat nama Kosminski dikaitkan dengan kejahatan
tersebut. Di saat tragedi pembunuhan berantai tersebut, Kosminski termasuk salah
satu di antara beberapa tersangka utama. Lahir di Klodawa, Polandia tahun 1865,
Kosminski merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara, Setelah kematian
ayahnya, keluarga ini melarikan diri dari aksi genosida yang dilancarkan oleh
penguasa Rusia di Polandia saat itu dan bermigrasi ke daerah Whitechapel di London
tahun 1881.
Disebutkan bahwa Kominski adalah seorang penata
rambut yang menderita skizofrenia paranoid akut dan pernah dirawat di rumah
sakit jiwa pada tahun 1891 setelah menyerang adiknya dengan pisau. Di
pertengahan tahun 1890-an, seorang saksi menyebutkan bahwa dirinya melihat ketika
Kominski menyerang salah satu korban namun menolak untuk bersaksi. Karena tidak
memiliki bukti kuat, polisi tidak pernah menangkap Kosminski atas kejahatan
tersebut. Dia menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan hingga kematiannya
tahun 1919 karena penyakit kusta.
Edwards telah lama berteori bahwa syal tersebut
terlalu baik kualitasnya untuk dimiliki oleh seorang pelacur jalanan London dan
merupakan milik Jack ““the Ripper””, bukan Eddowes. Dengan menggunakan
resonansi magnetik nuklir, ilmuwan lain dari Universitas John Moores, Dr. Fyaz
Ismail yakin bahwa kain syal tersebut telah ada sebelum pembunuhan tahun 1888 terjadi
dan kemungkinan dibuat di St. Petersburg Rusia, sebuah wilayah di Polandia di mana
Kosminski lahir yang berada di bawah kendali Rusia, tidak mengherankan jika
barang-barang buatan Rusia diperdagangkan di sana.
"Telah 14 tahun kami menyeledikinya dan kami
akhirnya berhasil memecahkan misteri siapa Jack “the Ripper” sebenarnya,"
kata Edwards kepada surat kabar London Independent.
"Mereka yang apatis dan ingin mengabadikan mitos Jack “the Ripper” boleh
meragukannya. Semua sudah terungkap - kami telah membuka kedoknya. "
“RIPPEROLOG”
MASIH MERAGUKAN
Banyak Ripperolog (pengamat Jack The Ripper) belum begitu yakin akan
teori di atas. Laporan tersebut banyak menimbulkan sikap skeptis, beberapa di
antaranya menyebutkan bahwa analisis laboratorium untuk kasus ini harus
dipublikasikan dalam sebuah jurnal ilmiah dan telah ditinjau oleh rekan
ilmuwan. Juga kenyataan bahwa Louhelainen hanya mampu menguji DNA mitokondria yang
diturunkan dari ibu ke anak. Ini memberikan jauh lebih sedikit identifikasi
unik daripada DNA nuklir karena banyak orang memiliki pola DNA mitokondria yang
sama.
Kritikus lainnya bahkan menolak anggapan bahwa
Simpson pernah berada di TKP di malam pembunuhan Eddowes dan menyatakan bahwa syal
itu mungkin telah terkontaminasi selama beberapa dekade karena pernah dipergunakan
oleh banyak anggota keluarga Eddowes.
Selain itu, ini bukan pertama kalinya bukti DNA
digunakan untuk memecahkan kasus ini. Novelis kriminal Amerika Patricia
Cornwell menegaskan bahwa sampel DNA yang juga ditemukan dalam surat ejekan
yang dikirim oleh Jack “the Ripper” ke Scotland Yard sesuai dengan DNA pelukis
post-impresionis Walter Sickert.
Sebuah penelitian di tahun 2006 oleh ilmuwan
Australia Ian Findlay dilakukan dengan mengekstrak DNA air liur yang menempel
pada surat-surat tersebut dan menyebutkan bahwa kemungkinan pengirimnya adalah
seorang wanita. Begitu pun dengan berita terbaru, kecil kemungkinan bahwa debat
mengenai identitas siapa Jack “the Ripper” sebenarnya akan mereda.